SURAT UNTUK SIAPA SAJA YANG PEDULI
Tulisan ini di buat dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan dan di deskriptifkan untuk siapa saja yang ingin berbuat kebajikan untuk bonto katute, dalam deskriptif ini pengaduan secara lisan dari warga kemudian di tulis sebagai bentuk surat yang menggambarkan warga yang membuat surat sendiri
Masyarakat mengadu -
Assalamu alaikum wr.wb
Kami adalah masyarakat yang berdomisili di dusun bolalangiri desa bonto katute , Sebuah desa yang masih sangat terpencil di banding dearah- daerah lain di kabupaten sinjai, orang tua kami hidup berpuluh tahun sebelum kami di daerah ini, kami mungkin tidak sama dengan kalian, kalian yang berpengetahuan , kalian yang punya pendidikan yang mendapat gelar sarjana dan seterusnya, hanya sebahagian kecil dari kami yang pernah sekolah itupun hanya sampai tingkat sekolah dasar ataukah juga kami tak selesai di sekolah dasar ituw, sebab dulu fasilitas sekolah yang susah kami jangkau karena jarak yang jauh, baru sekarang bangunan sekaloh dasar itu kami liat berdiri berharap anak-anak kami juga bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi .
Dalam memenuhi kebutuhan, kami hidup mengandalkan hasil bercocok tanam, kami menanam cengkeh, kopi, dan padi, selain itu kami menjual gula merah hasil penyaringan buah pohon aren dengan cara pengolahan sederhana yang kami pahami secara turun-temurun, dengan itulh kami hidup , tetap melanjutkan sejarah dalam cerita rakyat dengan pesan-pesan leluhur tentang daerah kami, sedikit mengulas pesan-pesan leluhur yang kami maksud dalam lontara ituw “bahwa suatu saat nanti orang luar akan masuk ke daerah kami mencari makan, “selain itu ada juga pesan yang menyatakan bahwa “ engka matu nasewa wettu na funna bola mancaji tau fole nennia tau fole mancaji funna bola “ ( ada suatu saat nanti tamu akan menjadi tuan rumah dan tuan rumah menjadi tuan seorang tamu ).pesan ini muncul untuk tetap menjaga persatuan kami antar masyarakat.
Masyarakat adat atau masyarakat ade’ itulah konsep kerukunan hidup sekian tahun, namun perlahan pesan leluhur ituw kian menjadi momok yang menakutkan bagi awam seperti kami, berawal dari reklaime lahan perkebunan cengkeh kami pada tahun 1994 lalu mengwali konflik di tanah adat kami, lahan yang sekian lama menjadi sumber perekonomian tiba-tiba di umumkan oleh pihak kehutanan kabupaten sinjai sebagai kawasan hutan lindung dan setelah di reklaime secara sepihak tanpa kami tau sebelumnya itu di umumkan , larangan untuk masuk di kawasan ituw pun di instruksikan , siapapun masyarakat yang masuk berarti siap untuk di penjarakan , namun kami merasa mempunyai hak atas lahan itu kemudian kami tidak menghiraukan larangan apapun , dan pada tahun 2009 pihak kehutanan marah dan melakukan penangkapan dan penahanan kepada sebelas masyarakat di daerah ini , setelah menjadi tahanan luar setiap minggu kami harus datang ke polres sinjai untuk melaporkn diri kami selama setahun lamanya, yang menjadi sangat ironis buat kami adalah jarak yang terhitung jauh dari tempat tinggal kami ini ke polres sinjai, terkadang kami hanya menampakkan diri kemudian di suru pulang lagi, aktivitas bertani, beternak dan menyaring buah aren untuk di jadikan gula merah harus kami hentikan, dengan ketabahan dan kesabaran hati hal itu kami lalui, , dan berharap bantuan ituw ada mendampingi kasus kami yang dianggap melanggar aturan kehutanan itu, setelah setahun lamanya kami harus melapor ke ke polisian , akhirnya kasus ini di limpahkan ke tahap banding dan khasasi hingga saat ini yang masih berlanjut, mendapat bantuan dampingan oleh AMAN ( Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ) membuat kami sedikit menghelai nafas panjang dari lelahnya tekanan, tekanan yang tak lain juga dari pihak pemerintah yang dulu kami menggap bahwa mereka itu ada untuk melindungi dan memperhatikan kepentingan kami terkhusus masyarakat awam dan tak tau membaca dan menulis, namun kami salah, mereka bahkan mengancam kami, merampas hak-hak kami serta menangkapi kami, serta membuat kami tak berdaya dengan kekuasaan yang mereka miliki.
Memasuki tahun 2011 konflik pun berlanjut , konflik yang semakin parah , seiring izin eksplorasi perusahaan tambang PT.galena sumber energi di keluarkan oleh orang yang saat ini menjadi bupati sinjai sebab itu katanya adalah wewenang beliau, dan itu tepatnya di desa kami, sebuah konflik persiteruan yang kembali muncul padahal konflik kehutanan yang membuat kami trauma belum selesai, segali lagi konflik yang mulai mencabik-cabik kondisi persatuan kami, kembali datang mengancam lahan sumber pertanian kami, kami butuh bantuan , kami mengharap perhatian dari kalian semua, karena daerah kami sebentar lagi akan terporak-poranda oleh kejamnya kegiatan tambang.
Sepanjang adanya rencana tambang berbagai permasalahan kami hadapi sebagai orang yang sekali lagi tak brpengetahuan, persiteruan di antara kami mulai berkibar, ada yang pro dan ada yang kontra , kami satu rumpun, satu garis darah mulai saling mengintai, saling mempengaruhi untuk ikut pada salah satu pihak, dipihak kami yang menolak punya alasan , alasan itu adalah alasan pesan leluhur kami untuk tetap bertahan dengan kondisi apapun, alasan kelanjutan pertanian kami, alasan terancamnya sumber air kehidupan , bukan hanya kami tapi juga untuk daerah di beberapa kecamatan di kabupaten sinjai, daerah dengan ketinggian 1100 mdpl ini memang menadi pusat perairan pertanian maupun sumber air bersih di daerah kami serta deerah lain, namun jika di tambang bagaimana kelangsungan habitat dan aktivitas para petani, selain ituw masyarakat yang meneriam juga punya alasan , alasan kesejahteraan, dan alasan kemauan pemerintah yang katanya sebagai pemimpin kami, haruskah rumpun ini tercabik dengan cara berselisih, haruskah garis darah ini di injak-injak karena perbedaan pendapat, pertanyaan itu yang tetap menggelitik di benak kami ke depan.
Sebab kepala desa kami, juga menginginkan tambang itu di loloskan, dengan kekuasaannya sebagai kepala pemerintah desa kami terus di ajak untuk mengikuti kemauannya, namun kami tetap bertahan, dengan pendirian kami kepala desa pun menggunakan wewenangnya untuk mengintimidasi kami, kami yang menolak se akan di anak tirikan , terkait pelayanan publik yang di dahulukan dan yang di permudah hanya mereka yang mengikut, seperti pelayanan pengantar kependudukan cenderung diskriminasi, hal yang ironis adalah pembagian beras raskin yang pun diskriminatif , setiap warga dari pihak menolak dan ingin mendapatkan beras raskin program pemerintah itu terlebih dahulu harus bertanda tangan ataupun membubuhi cap jempol, syarat yang tidak jelas untuk apa itu dilakukan membuat kami mengurunkan niat untuk mendapat beras raskin, kami masih bisa makan dengan hasil tani kami sendiri, cuman bagaimana mereka yang tak punya beras dan tak punya jalan lain, mungkin itulah yang membuat tarik menarik jumlah warga yang pro dan kontra terjadi.
Seperti inilah kami, sejarah perjalanan tanah dengan aktivitas begitupun masalah yang datang mendera ,. Sekali lagi kami hanyalah masyarakat yang awam yang hanya bisa berbuat sepanjang yang kami tau dan kami bisa , tidak seperti kalian yang punya pendidikan tinggi maupun latar belakang ke suksesan yang bermacam-macam , dapatkah kalian membagi-bagi kesuksesan itu kepada kami, dapatkah kami meminta bantuan kepada kalian semua dengan pengetahuan yang kalian miliki, harapan ituw sangat besar , harapan itu akan kami simpan dengan sebaik-baiknya , atas nama persaudaraan atas nama kepedulian atas nama kelangsungan habitat di lingkungan hidup ini.
Assalamu alaikum wr.wb
Oleh :
“Dewan jurnalist peduli kebajikan”.
0 komentar:
Posting Komentar