Sejarah Klasik Maros #HUT55Maros

Macknight (1993: 38) menyebutkan bahwa Raja dan bangsawan seluruh negeri Bugis, Makassar, bahkan termasuk Mandar dan Toraja di Sulawesi Selatan mengklaim diri mereka punya garis keturunan dengan Dewa-dewa melalui Tomanurung yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti yang ada. Mitos ini terkait dengan pandangan teologis ( theology view ) bahwa Dewata Seuwae 'melahirkan sejumlah Dewata ( Rewata ), yang merupakan asal usul Tomanurung, yang juga merupakan asal-usul seluruh penguasa dinasti di semenanjung Sulawesi Selatan. Mitos ini sangat kuat terpercaya dan tak tergoyahkan. (Kambie, 2003).

Dilihat dari perjalanan sejarahnya, masyarakat Bugis dikenal sebagai masyarakat yang sangat kuat berpegang pada kepercayaan lama yang bersumber dari Kitab La Galigo. Meskipun Islam sudah menjadi agama resmi Masyarakat Bugis namun Kepercayaan-kepercayaan lama itu masih mewarnai keberislaman mereka. Hal ini tercermin lewat berbagai ritual dan tradisi yang masih bertahan sampai kini. DGE Hall (Badri Yatim, 1996: 211-212) mengungkapkan bahwa terlambatnya Islam diterima di Sulawesi Selatan, disebabkan kuatnya masyarakat Bugis Makassar berpegang pada adat dan kepercayaan lama. Menerima Islam, menurut mereka, akan berimplikasi pada perubahan budaya yang mendalam. Pada beberapa aspek tertentu, kepercayaan leluhur Bugis Makassar yang bersumber dari ajaran Sure 'Galigo dapat pula disebut agama karena menganjurkan penganutnya dan dalam kepercayaan tersebut terdapat berbagai aturan dan tata cara, yang dilakukan sebagai bentuk pengabdian dan penghambaan diri terhadap Sang Maha Pencipta ( PatotoE ). (Kambie, 2003: 68).

Seperti halnya Negeri Bugis-Makassar lainnya, Maros juga mengawali sejarahnya dengan Mitos “Tomanurung” sebagai sebagai pembuktian social kultur masyarakat tertinggi.

“ Karaeng LoE Ri Pakere’ ” dipercaya sebagai Tomanurung yang mendasari sejarah Maros. Dalam periode Lontara’, Karaeng LoE Ri Pakere’ adalah sosok yang pertamakali membentuk system kemasyarakatan dan mengakhiri periode kegelapan.

Kutipan Lontara’ Marusu’ yang ditulis oleh Gallarang Tujua Ri Marusu’ dan Imam Marusu’ pada tanggal 14 Muharram 1273 Hijriah :

“ ………. Karaeng LoE Ri Pakere uru Karaeng Ri Marusu’ iyami nikana Tomanurung kataena niassengi assala’na, areng kalennna, naiya tongmi anne turung ri Pakere’ riwattunna tauwa ri Marusu’ sikanre juku. Anjo Wattua taena Karaeng nilangngereka kana-kananna, naturungmi gunturuka siagang bosia tuju allo tuju bangngi. Nabattumo simbaraka naniya’mo ammenteng Sao’Raja ri tangngana paranga ri pakere’, naniya’tongmo se’re tau ammempo ri dallekanna tuka’ sapanaya nabattu ngasemmo tau jaiya angsombai nanapala’mo anjari karaeng. Naiya tongmi nikana Karaeng LoE ri Pakere’ ……….”

Karaeng Loe ri Pakere’ tampil sebagai pemimpin yang memperkenalkan otoritas dan eksistensi negerinya kepada kerajaan-kerajan tetangga ketika menjalin persekutuan dengan Raja Gowa IX,Daeng Matanre Tumapa’risi’ Kallongna, Raja Bone VI,La Uliyo Bote’e Matinroe ri Itterung dan Raja Polongbangkeng, Karaeng LoE ri Bajeng.

  • catatan : KaraEng LoE ri Pakere’ tidak mempunyai anak/keturunan

0 komentar:

Posting Komentar